Welcome

Selamat Datang Di Blog FIKIR & ZIKIR: Memberdayakan alat Pikir (Akal) Tuk Meraih Rahmat Allah SWT...Semoga Selamat Dunia Akhirat...Amin Ya Rabb

Selasa, 26 Maret 2013

Kesadaran Diri: Fenomena Hakikat Manusia



Ketertarikan filsafat kontemperer mengupas persoalan pribadi manusia, jarang menyinggung situasi historis (proses kejadian manusia) sehingga kita agak sukar memahami apa dan bagaimana esensi diri yang sebenarnya. Namun Al Qur’an telah membuka pintu bagi kajian pribadi manusia secara berurutan hingga kesadaran yang universal. 

Tanpa terikat dengan aliran tertentu, manusia termotivasi untuk membicarakan eksistensi dirinya –yang keberadaannya
laksana terdampar begitu saja ketika dihadapkan pada suatu persoalan. Manusia yang dhaif dalam memaknai dirinya akan kehilangan arah dan fokus mengenai dirinya.

Berorientasi pada historis dan psikologis kemudian berubah menjadi suatu pertanyaan filosofis yang segera membutuhkan jawaban; seperti siapa aku? Apa tujuan hidupku? bagaimana kebahagian dan harapanku? mengapa aku ada dan kenapa aku diadakan?.......dsb. 

Mengemukanya ‘keluhan jiwa” tentang diri pada manusia berarti telah mempresentasikan hakikat manusia, kebebasan dan tanggung jawab. Karena itu benar pernyataan ‘ulama (orang alim) bahwa, “siapa yang mengenal atau tahu dirinya, maka ia akan tahu Tuhannya”. Raga (fisik) manusia memang termasuk dalam derjat yang paling rendah. Dan ruh manusia itu termasuk dalam derajat yang tertinggi. 

Dikatakan terendah karena penciptaan manusia yang berasal dari lumpur yang hitam yang diberi bentuk (proses awal penciptaan manusia). Dan fase berikutnya (penciptaan kita) adalah melalui tetesan mani yang bercampur dengan sel telur. Dan ruh manusia dikatakan tertinggi derajatnya, karena setelah Allah sempurnakan bentuk raga manusia dengan meniupkan ruh ke dalamnya, maka manusia menjadi makhluk yang paling sempurna hingga Allah memerintah malaikat dan iblis untuk tunduk kepada manusia (Adam). (lihat QS. Al hijr: 28-29). 

Hikmah yang terkandung dalam proses penciptaan manusia yang ditentang oleh malaikat dan iblis adalah manusia diberi tugas oleh Allah untuk mengemban amanah pengetahuan tentang Allah. Karenanya, untuk keperluan embanan amanah Allah, manusia harus memiliki kekuatan dalam dua dunia ini (ruh dan raga), sebab tidak sesuatu pun di dunia ini yang memiliki kekuatan yang mampu mengemban beban amanah. 

Jadi, karena ruh manusia berkaitan dengan derajat tertinggi dari yang tinggi, jadi tidak satu ruh pun dialam semesta ini yang menyamai kekuatannya –entah itu malaikat ataupun iblis, sekalipun atau segala sesuatu makhluk ciptaan Allah yang lainnya. 

Analisis ini mampu menjelaskan soal hakikat diri manusia yang sesungguhnya, dimana manusia sebagai makhluk yang sangat lemah dan hina, namun disisi lain dinobatkan sebagai pengemban amanah(khalifah) oleh Allah sehingga menjadi mulia (lihat QS. Al Baqaraah: 30). Sementara para makhluk yang lain tidak melihat adanya aspek yang paling rendah dalam diri manusia, sedangkan ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari tiupan (ruh) Ilahi. []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar